Skip to main content

Perahu Tradisional Biak

Kehebatan nenek moyang suku Biak dalam menjelajah lautan telah banyak dicatat dalam sejarah. Hal tersebut terlihat dari persebaran suku Biak ke berbagai daerah di Papua dan luar Papua. Keturunannya tersebar di Maluku, Raja Ampat dan hampir di semua pesisir tanah Besar Papua dari Barat hingga ke Timur, bahkan juga di Makassar. Kehebatan nenek moyang suku Biak dalam menjelajah lautan tidak terlepas dari perahu yang digunakan. Orang Biak membagi bentuk perahu menjadi tiga bagian yaitu perahu besar (Wai Beba), perahu sedang (Wai Fadu/Wai Fanobek) dan perahu kecil (Wai Kasun). Perahu besar terdiri atas 3 jenis yaitu Wairon, Waimansusu, Karures dan Pendes. Perahu sedang disebut Waipapan. Sedangkan perahu kecil, terdiri atas Karambow dan kawasa. 

Wairon
Wairon adalah jenis perahu perang yang biasanya dipakai untuk kegiatan jelajah tempur. Bentuknya dibuat sangat ramping, agar mudah melaju diatas lautan. Ukurannya bisa sedang sampai besar dan dapat memuat 20-30 orang. Walaupun kegunaan utamanya adalah untuk perang, namun dapat juga digunakan untuk kegiatan niaga. Ciri khas perahu ini adalah, dibuatnya mulut dan lidah naga pada anjungan  perahu serta ukiran yang menggabungkan ornamen gaya Rajawali dan ornamen gaya Naga. Perahu ini memiliki bentuk muka yang lancip menyerupai kepala naga dan bentuk belakang yang menyerupai ekor naga (Scorpio/Romangguandi). Bila digunakan untuk perang, maka perahu ini tidak dipasang layar. Tetapi bila akan digunakan untuk berdagang, maka perahu dilengkapi dengan 2 buah layar yang terletak di bagian depan dan dibelakang yang berfungsi sebagai alat untuk mempercepat laju perahu.
Perahu ini dilengkapi juga dengan 2 buah cadik/semang di samping kiri dan kanan. Sedangkan anjungannya, diberi hiasan tradisional yang cukup indah. Tinggi hiasan kurang lebih 147 cm dan panjang 264 cm (Suzanne Greub, 1992:45.). Sebagai pelengkap dipasang sebuah rum. Rum ini berfungsi sebagai tempat meletakkan patung korwar yang dibawa berlayar.
Perahu besar lainnya adalah Wai Mansusu. Lebih dikenal dengan sebutan Mansusu. Perahu ini adalah perahu muatan, namun dapat juga dipakai sebagai perahu perang antar daerah dan antar pulau. Ciri khas perahu ini adalah bentuk muka dan belakang perahu sama, sehingga ketika terjadi perang atau terdesak dalam medan perang, para pendayung tidak perlu bersusah payah memutar perahu untuk meninggalkan medan perang, mereka cukup membalikkan badan saja dan mendayung mundur perahu itu (Lamak A.P dkk, 2005:7-8). Ukurannya besar sesuai dengan fungsinya dan mampu mengangkut hingga 40 orang pendayung Perahu ini dilengkapi dengan cadik, layar, rum dan Kamboi Daum yaitu sandaran untuk para pendayung. 

Perahu besar lain yang hingga kini dikenang dalam mitos adalah perahu Karures. Karures adalah perahu besar tanpa cadik dan tidak bergading. Fungsinya adalah untuk mengangkut barang antar pulau. Dalam mitos Manarmakeri, perahu ini digunakan oleh Manarmakeri untuk berlayar ke arah barat, meninggalkan Biak Numfor. Karures masih terlihat pada tahun 1963. Lebih lanjut menurutnya, terdapat juga perahu yang bentuknya seperti perahu pinisi. Perahu ini disebut perahu Pendes. Terakhir perahu ini terlihat tahun 1954. Keunikan perahu ini adalah digunakannya Maon (gong) di atas perahu itu. 
Di samping ketiga perahu besar, perahu kecil pun memegang peranan penting dalam hubungan kekerabatan dan dagang antar pulau di kepulauan Biak Numfor. Karambow merupakan jenis perahu kecil bercadik ganda yang fungsinya sama dengan kawasa yaitu perahu yang biasa digunakan oleh keluarga
untuk melakukan aktifitas mereka dalam mencari nafkah sehari hari dan membawa barang atau dagangan ke tempat – tempat yang tidak terlalu jauh. Bentuknya sederhana berupa sampan kecil yang dilengkapi satu atau dua buah semang . Ukuran panjangnya hanya 3 - 6 m. Yang membedakan keduanya adalah penggunaan gaba-gaba yang sering dipasang pada kawasa (waiamper).

Bahan baku yang umum digunakan dalam proses pembuatan perahu, berasal dari beberapa jenis pohon. Untuk bodi perahu digunakan batang pohon Moref, Marem,Sandere atau Abiyai karena kayunya keras dan tidak banyak menyerap air, sehingga kuat dan tahan lama.

sumber:
- https://jurnalbpnbbali.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/Jnana/article/view/16/16
- https://historia.id/budaya/articles/suku-biak-suku-vikingnya-papua-PMLzX

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Daftar perguruan tinggi yang ada di Biak Papua

Bagi sobat yang berencana untuk melanjutkan sekolah ke jenjang perguruan tinggi, berikut ini beberapa daftar perguruan tingggi yang ada di Pulau Biak, Kabupaten Biak Numfor. 1. Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Yapis Biak Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Yapis Biak pada awal berdirinya merupakan alih bentuk yang semula adalah Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Yapis Biak yang berdiri pada tahun 1981 dan telah meluluskan sarjana yang telah bekerja pada berbagai instansi baik dipemerintahan maupun swasta yang tersebar dimana-mana. Berdasarkan Kepmendiknas RI. Nomor : 192/D/O/2006 tanggal 05 September 2006 tentang perubahan bentuk STIA Yapis Biak menjadi IISIP Yapis Biak, maka mulai tahun akademik 2006/2007 IISIP Yapis Biak telah resmi melakukan kegiatan operasional dalam proses belajar mengajar sesuai dengan SK tersebut diatas. Di IISIP Yapis Biak terdapat 8 (delapan) program studi sebagai berikut : Administrasi Publik (S2), Administrasi Publik (S1), Adm...

Tanjung Saruri Biak, Pesona ombak lautan pasifik

HAi  sobat  channel, Satu lagi objek wisata yang tak kalah menariknya di Distrik Warsa-Biak Utara. Itulah Tanjung Saruri, nama Objek wisata yang berada di Kampung Sor, Distrik Warsa- Biak Utara atau beberapa menyebutnya dengan sebutan batu Pica. Tanjung Saruri, Biak Utara Untuk sampai di Tanjung Saruri, membutuhkan waktu sekitar 1 jam berkendaraan, baik roda dua maupun roda empat dari kota Biak. Disini pengunjung dapat menyaksikan keindahan alam yang luar biasa dari samudra pasifik.Saat gelombang pasang ombak Samudera Pasifik menerpa batukarang, terciptalah semburan air yang menjulang tinggi. Ketinggian semburan ini dapat menecapai 15 m sobat shcannel. Tingginya semburan air tersebut menjadi daya tarik utama dari pantai yang berada di Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua ini. Ketika gelombang laut menghempas dinding batu landai yang datar dan memanjang (menyerupai lapangan batu ), maka air laut yang dihasilkan dari gelombang  yang menghempas dan menutupi lapangan batu te...

Cerita Kuskus hewan endemik Papua

Kuskus merupakan mamalia berkantung (Marsupialia) nokturnal termasuk dalam famili Phalangeridae. Ukuran Kuskus diketahui berkisar 15 cm sampai lebih dari 60 cm, namun kuskus berukuran rata-rata cenderung sekitar 45 cm (18 inci). Kuskus juga memiliki cakar yang panjang dan tajam yang membantu kuskus saat bergerak di sekitar pepohonan. Kuskus memiliki bulu yang tebal dan bermacam warna seperti coklat,hitam dan putih.Selain itu kuskus mempunyai ekor yang panjang dan kuat (prehensile) yang berfungsi sebagai alat untuk berpegangan saat berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya. Ekor kuskus juga menjadi senjata pertahanan dengan cara mengaitkan ekornya kuat-kuat pada batang atau cabang pohon. Tak disangka hewan sebesar kucing ini punya sejarah menemani manusia di masa lampau. Terlebih sebagai konsumsi sumber protein manusia. Penelitian para arkeolog dan antropolog pada Atlas Obscura menyimpulkan, Kuskus dekat dengan manusia sejak ribuan tahun lalu. Khususnya sebelum sapi, babi, kambing, bah...